"Jadilah pemimpi yang mendunia, yang masih menapakkan kaki di bumi"
"Batas antara MIMPI dan GILA adalah tali kekang kesadaran"

Minggu, 10 Januari 2010

>>> SEBUAH RENUNGAN <<<

Saat mata terkaburkan oleh nafsu

Jalan lurus membentang di hadapanku

Tapi, aku seolah berenggan diri

Terlena akan rutinitas yang terjadi

Bukan ragu yang menghantuiku, tapi ketakutan

Ketakutan yang begitu mendalam

Katakutan yang menimbulkan sebuah tanya :

“Akankah ini jalan yang menuju pada-Mu?”


Ya Allah...

Yang Maha Pemberi ketakutan, Yang Menguasai diri ini,

Ampunilah kebodohan dan kealfaanku

Aku hanyalah seorang manusia yang lemah

Dengan pendengaran, penglihatan dan hati yang diberikan oleh-Mu itu,

Aku tidak bisa memikirkan kebesaran-Mu



Ya Allah...

Kenapa aku harus memikirkan ketakutan itu?

Bukankah jiwa ini hanya tertaut pada-Mu?

Bukankah tujuan ini tertuju pada-Mu?

Lalu, kenapa aku harus takut?

Bukankah ketika aku mendekati-Mu dengan berjalan, Engkau akan menghampiriku dengan berlari?

Dan bukankah Engkau sesungguhnya lebih dekat dari urat leherku sendiri?

Kenapa aku harus takut melangkah?


Dimanakah jiwa Salman Al Faritsi itu?

Sang Pencari Kebenaran...

Tidak mudah jalan yang dia tempuh,

tapi dengan tekad dan niat yang sungguh-sungguh

dia akhirnya bisa bertemu dengan utusan-Mu,

Pembawa kabar gembira dan Pemberi Peringatan di muka bumi


Ya Allah...

Yaa Rahman...Yaa Rahim...

Masih pantaskah aku mempertanyakan?

Sebuah tanya yang tak ubahnya topeng

Topeng atas ketakutanku

Topeng atas egoku

Topeng atas kepengecutanku


Ya Alah..

janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan

sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami,

dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau;

karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)

(QS. Ali Imran : 8)


Ya Allah..

Izinkan aku menutup mataku sejenak

Izinkan aku mencoba membayangkan aku terlahir pada masa Rasulullah SAW

Akankah aku termasuk orang yang membelanya?

Akankah aku termasuk pengikutnya?

Akankah aku termasuk orang yang rela mati karena menegakkan aqidah “Laa Ilaha Ilaalah”?

Akankah aku bisa memiliki jiwa Bilal itu?

Yang meskipun seorang budak, ditimpa batu besar, dia tetap pada aqidahnya

Mulutnya tak henti-hentinya mengucapkan

“Laa ilaha Ilaalah...Ahad...Ahad...”


Ataukah aku justru termasuk orang yang melempari Rasulullah SAW dengan batu?

Meludahinya, menghinanya dan menganggap bahwa dia seorang penyihir, pemberontak

Di tengah adat kebiasaan yang aku dapati saat itu,

Dimana semua orang menyembah patung berhala sebagai Tuhannya

Menganggap yang mendatangkan rezeki baginya dan mengatur kehidupannya

Tiba-tiba saja...

Ada seorang manusia yang bernama Muhammad yang menyatakan bahwa dirinya adalah utusan Allah dan menyerukan tauhid...tauhid... dan tauhid...

Laa Ilaha Ilaalah, Tiada Tuhan yang patut disembah selain Allah, Hanya Allah semata


Bukankah rasionalisme-ku akan memberontak?

Akankah aku termasuk orang yang bisa mengalahkan logika?

Akankah aku termasuk yang memegang aqidah dengan kuat?

Bukankah aqidah harus berada di atas logika?


Ya Allah...

Saat aku membuka mataku,

Dengan hidupku saat ini, detik ini, keadaannya tak jauh berbeda

Berhala-berhala itu masih ada,

Walau tidak dalam bentuk patung yang terbuat dari batu

Berhala itu kini berbentuk harta, pangkat, profesi, jabatan, ego, modernisasi, bahkan cinta yang aku rasakan pun bisa jadi berhala?

Ya, bukankah aku masih menyembah hal itu?


Dimanakah makna syahadatku?

Bukankah aku mengakui syahadat adalah rukun Islam pertama?

Merupakan pondasi dari semuanya

Tiada Tuhan Yang Patut Disembah selain Allah,

Dan Muhammad adalah utusan Allah,


Tapi, apa yang aku sembah?

Masihkah berhala-berhala itu?

Apa yang aku ikuti?

Masihkah hawa nafsu ini?


Saatnya aku bangkit, lari dan mencari risalah-Mu itu, mencari kebenaran

Aku-lah yang harus jadi Salman Al-Faritsi saat ini

Saatnya aku melangkah ke jalan-Mu

Ya Allah...

Izinkan aku menutup mata kembali

Izinkan aku mencoba membayangkan aku sebagai Siti Hajar?

Mampukah aku menjalankan titah-Mu?

Meninggalkan kampung halaman dan menuju tanah yang tandus, kering tanpa air?

Mampukah aku melakukan itu demi totalitas dan kepasrahanku pada-Mu?

Ditambah dengan seorang anak yang masih bayi, yang memerlukan air...


Sepi, sendiri dan gelisah...

Akankah aku punya sebuah keyakinan : Keyakinan akan cinta-Mu

Sebuah PENGHARAPAN...

Tapi dengan itu, haruskah aku diam?

Menunggu datangnya air dari langit?

Menunggu keajaiban?


Akankah aku berlari dari bukit Safa menuju Marwah?

Tapi, bisa terbayangkan kah bila aku telah berlari, dengan susah payah, tapi air tak juga aku temukan?

Tidak berpikirkah aku?

Bahwa bukan usaha yang keras yang menimbulkan hasil, tapi cinta-Mu

Air itu datang karena cinta-Mu. Zamzam itu.


Ya Allah...

Saat aku membuka mata,

Pantaskah aku masih bertanya, haruskah aku menjalankan perintah-Mu?

Demi totalitas dan kepasrahan pada-Mu

Pantaskah aku bertanya, apakah perjuanganku akan berhasil?

TIDAK!!! TIDAK!!! Aku tidak pantas lagi bertanya-tanya...

Bukan hasil yang diperoleh.. Bukan... Bukan...


Siti Hajar pun tidak memperoleh hasil dari apa yang dia usahakan,

tapi karena Cinta-Mu air itu ada

Sebagai manusia, aku hanya bisa melakukan sebuah usaha, usaha dan usaha yang sungguh-sungguh

Usaha yang berdasarkan hanya bergantung pada-Mu?

Biarkanlah Engkau yang menentukan hasilnya?

Aku sadar aku tidak akan masuk surga karena usahaku dan amalku,

Aku hanya akan masuk surga dengan ridho-Mu

Engkaulah Pemilik Surga itu

Dan bagaimana aku bisa mendapatkan surga-Mu,

kalau aku tidak bisa mencapai tujuan atas penciptaan diriku ini?

Aku tidak menjalankan peranku sebagai hamba-Mu

Aku tidak menjalankan peranku sebagai khalifah-Mu


Ya Allah...Ya Rabb...

Ya Ghoffar... Ampunilah atas kekhilafanku

Atas kebodohanku... Atas pertanyaan-pertanyaanku yang bodoh pula...

Aku hanya bisa berharap pertanyaan itulah yang mengantarkanku pada-Mu..

Ya Allah...

Izinkan aku menutup mata lagi

Izinkan aku membayangkan kehidupan bapak dari para Nabi, Ibrahim.

Ketika dia dilahirkan di rumah Azar, seorang pembuat berhala..

Ibrahim mulai mempertanyakan siapa Tuhannya?

Ketika malam telah menjadi gelap,

dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku"

Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata:

"Saya tidak suka kepada yang tenggelam"

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku"

Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat"



Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar"

maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.

( QS. Al An’am : 76-79)


Ibrahim kemudian menyeru pada ayahnya sendiri:

"Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?

Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.

Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.

Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan".


Kemudia bapaknya berkata:

Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama".


Ibrahim pun hanya bisa berkata :

"Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.

Dan aku akan menjauhkan diri dari padamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku". (QS. Maryam : 42-48)


Kemudian Allah menguji Ibrahim,

Setelah bertahun-tahun dia mendambakan anak kemudian diberilah Ismail

Lalu, Allah meminta Ibrahim mengurbankan Ismail


Perguncangan hebat pun terjadi dalam diri Ibrahim,

Antara taat pada Allah dan kecintaan pada Ismail?

Setan dengan bujuk rayunya, mencoba menyamarkan perintah Allah itu?

Hanya sebuah mimpi, akankah itu perintah?!?

Mimpi...


Tidak mudah bagi Ibrahim untuk melaksanakan perintah Allah

Dia benar-benar bergelut antara patuh dan cinta?

Tapi ternyata, kecintaannya pada Ismail tidak menyamarkan cinta-Nya pada Allah?

Bahkan tidak mengurangi sedikit pun kecintaannya pada Allah



Perintah itu pun dilakukan oleh Ibrahim

Dengan berat hati, dia mengatakan perintah Allah itu pada anaknya, Ismail

"Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar"


Pada akhirnya, Allah pun menujukan keagungan-Nya,

Dia menebus Ismail dengan seekor sembelihan yang besar.

(Ash Shaffat : 101-111)


Allah tidak haus darah

Dia butuh kualitas jiwa

Mengorbankan kecintaan bukan domba atau darah..


Subhanallah... Maha Benar Allah...


Saat aku membuka mataku,

Melihat diri ini, melihat diriku saat ini

Aku dilahirkan di keluarga ini, keluarga yang penuh canda tawa, keluarga yang hangat bukanlah keinginanku, bukan pula pesananku

Ini adalah kehendak Allah, kehendak-Mu

Karena qudrah dan iradaah-Mu..

Dan aku pun yakin Engkau tidak akan meminta pertanggungjawaban atas qudrah dan iradah yang terjadi atas diriku


Tapi, bagaimana dengan qudrah dan iradah-Mu itu aku bisa mengingat-Mu, hanya bergantung pada-Mu, hanya Allah tidak ada Illah-Illah yang lain,


Bagaimana di tengah keluargaku,

Aku tidak terlena..

Aku tetap ingat pada-Mu..


Ingatlah Ibrahim, dia dihadirkan di tengah keluarga pembuat berhala

Belajarlah dari Ibrahim!!

Aku tidak ada apa-apanya...

Justru, akulah yang membuat keluargaku sebagai berhalaku..

Kecintaanku pada keluarga

Membuat aku enggan beranjak dari hangatnya kasih sayang keluargaku

Pikiran yang sempit yang membuatku enggan

Ya, pemikiran yang begitu sempit

Aku menganggap bahwa ketika aku melangkah, aku meninggalkan semuanya..

Tidak... Tidak seperti itu...


Bukankah aku diperintahkan untuk berbuat baik :

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.


Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Lukman : 14-15)


Kenapa aku harus enggan untuk melangkah?

Aku tidak akan kehilangan..

Aku hanya harus menempatkan kecintaanku pada-Mu di atas kecintaan orang tuaku


Ya Alah...

Dengan menyebut nama-Mu.. Aku sembelih Ismailku...


Harta...!!!

Lagi-lagi pikiran sempit ini berkata ketika aku melangkah

aku harus meninggalkan dunia

Bodohnya aku...!

Aku melangkah bukan untuk jadi sufi..!!


Memahami hakekat, bukan berarti meninggalkan syariat

Camkan dan ingatlah itu!!!



Al Qarni dalam “Cambuk Hati” menuliskan bahwa :



Pengertian meninggalkan tidak berarti meninggalkan harta, keluarga dan anak, tetapi mengerjakan ketaatan pada Allah dan memprioritaskan pahala yang ada di sisi Allah dalam sikap mengambil dan meninggalkannya

Jika adanya dunia dapat memperbaikki ketaatan Anda kepada Allah dantidak adanya justru dapat merusak ketaatan Anda kepada Allah, jangan hiraukan perkataan orang bahwa dunia itu tercela dan peliharalah oleh diri dan amal Anda apa yang menjadi kemashlahatan bagi dunia Anda.

Sesungguhnya orang yang taat kepada Allah berkenaan dengan dunianya terpuji di sisi Allah.

Sesungguhnya yang dikenai kecaman dan celaan dalam mengambil keduniawian ialah apabila yang bersangkutan berkhianat terhadap Allah berkenaan dengannya.


Apalagi yang harus aku pikirkan???

Kalaupun Allah memerintahku untuk meminta hartaku, apa yang harus aku takutkan?

Bukankah aku pergi menghampiri Sang Pemberi Harta, Sang pengatur Rezeki??

Apa yang harus aku takutkan?


Aku tidak punya apa-apa?

Semua milik Allhah... Hanya Allah...


Ya Allah...

Dengan menyebut nama-Mu... Aku sembelih lagi Ismail-ku..


CINTA...??? JODOH...??? PASANGAN HIDUP....???

Pantaskah aku ragu karena itu?

Belum tentu usiaku sampai pada waktu-waktu seperti itu

Tidakkah aku memikirkan keselamatan diriku?

Apakah hari ini, detik ini, aku berada dalam rangka berbakti pada Allah?

Kenapa pikiranku melayang pada hal-hal yang jauh?


Pikirkan keselamatanmu...!!!

Yakinlah bahwa Allah telah mengatur-Nya.

Yakinlah...


Meyakini hakekat bukan berarti meninggalkan syariat

Tapi, detik ini, dalam usiaku saat ini

Belum saatnya aku memikrkan syariat tentang hal ini


Someone... Somewhere... is made for me...


Aku hanya bisa berharap,

Satukanlah kami dalam menggapai kecintaan-Mu, ya Illahi...!!!


Aku datang menghampiri-Mu...!!!

Maha dari Segala Maha!!

Kenapa aku harus takut...?!??

Apa yang aku takutkan..???

Yakinlah pertolongan-Mu begitu dekat, janji-Mu adalah sebenar-benar janji!

Kepada siapa aku bergantung, selain kepdamu, Ya Allah!!!


Ya Allah...

Dengan menyebut nama-Mu... Aku sembelih Ismail-ku..


Aku hadapkan wajahmu kepada-Mu...

Ampuni aku Ya Allah...


(^_^)

3 komentar:

  1. wah jeng Elen, perubahan blogmu bener-bener ruarrrrrrrr biasa.......

    BalasHapus
  2. @mas wahid : thx mas...mulai diurus lagi nih blog nya
    @ zona orang gila : masih belum seberapa panjang dibandingkan anugerah yang kita terima dari-Nya

    BalasHapus